Happiness Is the Key to My Pregnancy

Ada yang suka sebel nggak ya, kalau habis nikah pertanyaan yang pertama kali muncul pasti:
"Udah Hamil Belum?"
Seakan menjadi keharusan kalau orang habis nikah, sebulan kemudian itu hamil. Seakan kehamilan itu, sesuatu yang mudah semudah mengedipkan mata.

Awal-awal pernikahan kemungkinan pertanyaan ini masih bisa dijawab dengan senyuman. Satu tahun pernikahan berlalu, pertanyaan ini mulai bikin was-was. Dua tahun pernikahan berlalu, pertanyaan ini semakin bikin stress. Tiga tahun dan selanjutnya, pertanyaan ini bikin depresi.

Mereka yang tidak tahu keadaan kita yang sesungguhnya akan terus bertanya dengan bumbu-bumbu tambahan berbau menasihati dan menggurui. Kita akan tiba-tiba dikelilingi dengan orang-orang expert yang sepertinya tahu persis bagaimana kondisi tubuh kita melebihin dokter.

Sebel ya pastinya. Mau positive tapi kalo diberondong terus, jadinya mulai suudzon deh.

Aku salah satu dari sekian banyak yang di tahun pertama kami menikah, berharap mendapat momongan secepatnya namun belum Tuhan kabulkan saat itu juga. 

Di awal pernikahan kami, aku sempat telat menstruasi, dua minggu lebih. Dengan semangat mengajak suamiku untuk ke apotik membeli strip kehamilan. Aku coba di pagi hari pipis pertama, karena kadar hcg nya masih tinggi, sehingga hasil strip jadi lebih akurat. Dan hasilnya? masih negatif. Ga putus asa, masih semangat. Tapi, saat itu belum sampai ada keinginan konsultasi ke obgyn atau checkup. Soalnya, masih merasa kalau memang belum waktunya aja. 

Ada yang bilang, akunya kecapean mungkin. Aku pikir, mungkin juga sih. Soalnya waktu itu aku emang masih kuliah dan masih sering bolak-balik Cirebon-Bandung naik motor lakik (kita cuma punya motor megapro waktu itu) :D Lagipula, masih stress mikirin pengen lulus dan kebetulan selama setengah tahun, kami LDM-an. Suami pindah kerja di Johor dan aku pun pulang ke rumah orangtua dan tidak memungkinkan ikut karena masih sibuk dengan kuliah. Akhirnya, setahun berlalu tanpa ada dua garis di kehidupan kita, (ceilaaahh..)

Tahun kedua pernikahan, masih belum ada tanda positif sih. Tapi aku masih tetep positive mind mode banget waktu itu. Sugestinya, memang belum waktunya. Disuruh pacaran dulu kali sama Allah. Yaudah lah. Sampai ada yang bilang,
"Kamu kegendutan kali, makanya belum hamil-hamil"
Sakit hati? Sedikit sih. Soalnya aku emang gendut :D Nggak bisa protes juga, karena kenyataan.

Akhirnya, aku mencoba diet. Berhasil nurunin 15 kilo dalam waktu sebulan setengah. Diet beneran pake olahraga loh ya. Bukan pake obat-obatan. Dari 85 jadi 75. Terus,
"Hamil nggak?"
Nggak juga. Ahahaha. Sekali lagi mencoba berpikir positif, belum waktunya. Jadi hipotesis kegendutan makanya gak bisa hamil ternyata gak terbukti bener ya.

Tahun kedua pernikahan kami, aku udah lulus dan udah mulai kerja di Jakarta. Stress mulai bertambah saat itu. DI kerjaan, traffic Jakarta yang ampun-ampunan. Jarak yang harus aku tempuh dari tempat tinggal ke kantor itu jauhnya luar biasa. Waktu itu, kami masih numpang di tempat  Kakak suami, dan belum ngontrak. Jarak kantor-rumah, 25kiloan ada sih itu. Aku tinggal di Cimanggis Depok dan kerja di Harmoni-Jakarta Pusat. Berangkat belum ketemu matahari dan pulang pun ngga ketemu matahari. Tekanan dari sana sini. 

Saat itulah, aku mulai depresi dan lebih sering uring-uringan. My emotion heightened and got the best of me. Sampai, sempat bertengkar hebat dengan suami dan in laws aku. Berujung ke keputusan kami untuk segera pindah ke kontrakan sendiri karena aku gak bakal sanggup lagi kalo harus menempuh jarak seperti itu dengan keinginan pengen punya momongan. The situation wasn't in my favor.That was my downfall.

Sampai akhirnya aku bangkit lagi di kontrakan baru yang berjarak lebih bersahabat dengan tempat kerja dibanding tempat sebelumnya. Kayak memulai kehidupan baru lagi. Kita sering quality time kesana kesini, cobain menu-menu baru. Soalnya kita berdua tukang makan dan seneng kulineran. Bahagia banget akhirnya bisa merasakan kehidupan rumah tangga yang berwarna lagi dan ga perlu stress berlebihan. 

Berselang sekitar dua bulanan tinggal di kontrakan baru, dua minggu menjelang ulang tahun kedua pernikahan kami. Garis dua positif itu pun muncul di kehidupan kami. Bahagia bukan kepalang. Pagi-pagi nangis sesenggukan di kamar mandi. Karena pengen kasih kejutan menjelang 2nd anniversary, aku gak bilang suami dan nyimpen semuanya sendiri.

Tapi, gagal sih akhirnya karena ga tahan pengen ngomong, ahaha. Bahagia bukan kepalang. Yang paling ditunggu akhirnya nongol juga. Alhamdulillah.

Ternyata, memang kita harus bahagia dulu supaya rahim kita ikutan bahagia juga. Usaha sama doa sih ga perlu ditanya lagi. Itu udah harus banget dilakuin siapapun yang pengen mencapai suatu tujuan.

"Positivity enhance by the power of praying hard"

Kalimat ini yang selalu aku ulang-ulang setiap hari. Supaya aku bisa terus maju ngadepin semuanya. Sementara ini dulu sih yang mau diceritain. Hehe. Selanjutnya, aku cerita tentang kehamilan pertama aku.
"Kenapa pertama?"
"Emang udah berapa kali hamil?"
"Emang udah punya anak berapa?"
Dibahas di next postingan aja ya :)

Semoga sedikit membantu ya. Maaf, ga share yang lebih clinical, karena jujur aku sama sekali ga kepikiran buat periksa ke obgyn saat itu. Aku cuma ngandelin doa, pikiran sama keyakinan aja :)

For those of you who really is hoping to get pregnant anytime soon, jangan lupa selalu bahagia dan berpositif thinking sama Sang Pencipta.

-Mimanya Salvito-

Comments

  1. Replies
    1. Loh ada ayang baca. Jadi malu.
      Makasih udah berkunjung ke blog istrimu yang masih amatiran ini. hehehe <3

      Delete

Post a Comment

Popular Posts